22 Februari 2009

Nasionalisme Indonesia

Kebudayaan Indonesia begitu beragam, mulai dari suku Aceh, Batak, Toraja, Bugis, Baduy, Betawi, Lampung, dan lain lain. Kebudayaan tersebut merupakan kekayaan yang tidak dapat tergantikan. Namun kebudayaan tersebut juga membawa dampak yang begitu besar bagi rasa nasionalisme Indonesia di masyarakat.
Perbedaan kebudayaan tersebut secara tidak langsung memberikan suatu pembeda antara suatu ras masyarakat dengan ras masyarakat lain di Indonesia. Misalkan masyarakat suku Jawa dengan suku Batak. Antara kedua suku tersebut terdapat suatu perbedaan yang begitu besar, padahal masih berada dalam satu kesatuan Republik Indonesia.
Pada era ’45, perbedaan kebudayaan tersebut dapat disatukan dengan Nasionalisme yang tinggi dan perasaan ingin merdeka. Namun bagaimana dengan era sekarang. Perbedaan kebudayaan tidak hanya terjadi antara suatu ras dengan ras lain, namun juga kepada masyarakat kota dengan masyarakat pedesaan. Perkembangan teknologi yang cepat membuat masyarakat yang tidak mengikuti akan ketinggalan jaman. Masyarakat kota akan semakin maju dengan pola berfikir dan pola hidup yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Hal ini pula yang membuat rasa nasionalisme di Indonesia semakin berkurang.
Dalam membangun ide nasionalisme secara utuh diperlukan pemahaman dan organisasi berbasis gerakan untuk bertransaksi secara sosial dengan masyarakat, sehingga pada akhirnya terjadi interaksi kuat antara organisasi dan masyarakat dalam satu ide, yaitu nasionalisme. Indonesia memerlukan sebuah genre baru untuk mereinpretasikan ide nasionalisme. Seperti yang dilakukan oleh pemuda pemudi Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1908, yaitu yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda berisi ide untuk mempersatukan bangsa.
Nasionalisme juga memiliki banyak kendala. Kendala kendala tersebut baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal, nasionalisme berhadapan dengan fenomena meningkatnya kemiskinan, korupsi, konflik – konflik kepentingan partai dan golongan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketidakpastian pelaksanaan hukum, jurang generasi, dan masih banyak lagi. Secara eksternal kita menghadapi fenomena global, seperti liberalisasi ekonomi, memudarnya ideologi, dan meningkatnya komunikasi lintas batas negara dan kebudayaan.
Nasionalisme dapat dijaga dan dipelihara dengan meminimalisasi fenomena internal di atas. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah. Oleh sebab itu, Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting diajarkan dari mulai Pendidikan Anak Usia Dini hingga ke jenjang Perguruan Tinggi.
Pendidikan kewarganegaraan bukanlah barang baru dalam sejarah pendidikan nasional. Di era Soekarno, misalnya, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan pendidikan civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang mengajarkan rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia serta mempelajari dan mengamalkan Hak dan Kewajibannya.

1 komentar:

  1. emang perlu g nasionalisme itu sekarang...bukannya sekarang masuk era pragmatisme

    BalasHapus

silahkan komentarnya ... tapi yang lebih dari sebulan, harus saya moderasi dulu ya,, biar gak kelewat... :)